SehatFresh.com – Kesehatan mental atau jiwa di Indonesia mulai dikenal sejak tahun 1982, saat rumah sakit jiwa Marzuki Mahdi dibangun di daerah Bogor. Namun, baru pada masa pasca kejadian tsunami di daerah Aceh, marak dengan pengobatan yang diberikan untuk orang yang mendertia gangguan mental. Menurut data Riskedas, pada tahun 2014 di Indonesia terdapat 1 juta pasien dengan gangguan jiwa berat dan sekitar 19 juta pasien mengalami gangguan jiwa ringan. Dalam kancah internasional, diperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Saat ini, hari kesehatan jiwa internasional diperingati setiap tanggal 10 Oktober.
World Health Organization (WHO) pada tahun 2011 mendefinisikan arti kesehatan yakni sebagai keadaan sehat fisik, mental dan sosial. Bukan semata-mata keadaan bebas dari penyakit. Definisi ini disorotkan pada adanya kesehatan mental, ternyata apabila seseorang tidak sehat dari segi mental atau mengalami gangguan mental berarti sakit, tetapi mentalnya.
Dalam istilah kedokteran, salah satu gangguan jiwa yang paling umum adalah skizofrenia. Skizofrenia dapat mempengaruhi fungsi otak hingga menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan ditunjukkan dengan gejala seperti halusinasi, bicara dan berperilaku tidak teratur dan perubahan perilaku yang tiba-tiba.
Gangguan jiwa atau mental dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Menurut Stuart dan Sundeen, gangguan mental dapat disebabkan karena lima faktor yakni dari sisi biologis karena bawaan dari lahir, kurang pengetahuan (kognitif), lingkungan, perilaku yang dipelajari dan perkembangan. Dari kelima faktor tersebut, ada beberapa faktor yang memungkinkan seseorang untuk mengalami gangguan mental karena kebiasaan. Kebiasaan seseorang didapatkan ketika sedang dalam proses tumbuh kembang.
Masa remaja merupakan waktu pada setiap individu dimana mereka mengalami tahap perkembangan kepribadian, bisa dibilang sebagai waktu untuk mencari jati diri. Sebenarnya setiap remaja akan mengalami perubahan kebiasaan dalam hidupnya, namun hanya bersifat sementara tergantung kondisi fisik dan mentalnya. Menurut kenyataan yang ada, kesehatan mental atau psikologi remaja sangat rentan mengalami gangguan. Hal yang membedakan adalah sejauh mana remaja mengalami gangguan mental, apakah ringan, sedang atau berat sekalipun.
Gejala-gejala gangguan mental yang dapat dialami remaja sebenarnya dapat diatasi, jangan dibiarkan begitu saja karena dikhawatirkan akan menjadi gangguan mental yang bersifat lebih kompleks. Untuk itu kita perlu mengetahui kebiasaan-kebiasaan buruk yang bisa membuat remaja mengalami gangguan mental agar dapat menghindarinya. Berikut ini adalah 4 kebiasaan buruk para remaja yang dapat memicu gangguan mental:
- Selalu berpikir negatif tentang diri sendiri
Faktor ini termasuk ke dalam faktor kognitif. Kebiasaan ini dibudayakan sejak remaja masih kecil, orang-orang yang sudah terbisa untuk pesimis, mudah putus asa dan rendah diri berpotensi untuk mengalami depresi. Depresi didorong dari rasa takut dan stress yang dibiarkan secara terus menerus.
- Memendam emosi
Setiap orang pasti pernah merasakan emosinya naik, tetapi ada sebagian orang yang tidak mudah meluapkannya di depan orang. Bersikap sabar memang baik, akan tetapi ada kalanya kita perlu untuk mengungkapkan apa yang kita rasakan. Emosi tidak hanya diungkapkan dengan marah-marah, kita dapat menyampaikan pada orang lain bahwa kita sedang marah, kecewa dan sedih kepada orang yang bersangkutan. Karena kebiasaan memendam perasaan bagi remaja akan berakibat pada terganggunya kesehatan mental.
- Perfeksionis
Perfeksionis cenderung kepada sikap yang dialami oleh remaja. Ada sebagian kebiasaan para remaja yang menginginkan hal-hal di sekitarnya harus sempurna. Karena tuntutan tersebut, setiap kali hal-hal di sekitarnya tidak berjalan dengan apa yang diharapkannya, maka akan menimbulkan rasa kekecewaan dan sedih yang mendalam. Setelah itu, muncul rasa kecemasan dan berujung pada gangguan kejiwaan.
- Ketergantungan
Ketergantungan adalah hal yang berawal dari kebiasaan, kebiasaan dalam lingkup remaja masa kini adalah ketergantungannya terhadap gadget. Tanpa kita sadari, teknologi tersebut memaksa kita untuk hidup bergantung pada hal-hal yang bersifat elektronik dan online. Remaja yang lahir di era 2000an sudah terbiasa hidup dengan gadget, bisa dibayangkan sendiri apabila dalam satu waktu mereka diminta untuk berhenti melakukan kebiasaannya memegang gadget. Hal ini akan menimbulkan stres, kebingungan, khawatir dan perasaan tertekan yang berlebihan.
Fenomena ketergantungan gadget juga dapat membuat waktu tidur remaja berkurang, akibatnya akan memperburuk kondisi remaja dan dapat menjadi bibit para remaja untuk mengalami gangguan mental. (SPT)