SehatFresh.com – Istilah generasi milenial memang sedang akrab terdengar. Namun, apakah generasi milenial sama dengan kelompok alay, cabe-cabean ataupun yang hanya tergila-gila dengan media sosial? Sedikit banyak, jawabannya ada di bawah ini.
Istilah milenial sendiri berasal dari millennials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika bernama William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya.
Generasi milenial atau generasi Y juga akrab disebut generation me atau echo boomers. Secara harfiah, memang tidak ada demografi khusus dalam menentukan kelompok generasi yang satu ini. Namun, para pakar menggolongkannya berdasarkan tahun awal dan akhir. Penggolongan generasi Y terbentuk bagi mereka yang lahir pada 1980-1990 atau pada awal 2000.
Secara garis besar, generasi milenial adalah kaum yang benar-benar sadar terhadap teknologi, sekaligus memiliki pikiran sangat terbuka dan luas. Mereka mampu menerima aneka perbedaan dan segala peluang yang ada.
Pada awal 2016, Ericsson mengeluarkan 10 Tren Consumer Lab untuk memprediksi beragam keinginan konsumen. Dalam laporan tersebut Ericsson mencatat, produk teknologi akan mengikuti gaya hidup masyarakat milenial. Sebab, pergeseran perilaku turut berubah beriringan dengan teknologi.
“Produk teknologi baru akan muncul sebagai akomodasi perubahan teknologi,” ujar Presiden Director Ericsson Indonesia Thomas Jul.
Sepanjang tahun ini, beberapa prediksi yang disampaikan Ericsson berhasil terbukti. Salah satunya, perilaku streaming native yang kini kian populer. Jumlah remaja yang mengonsumsi layanan streaming video kian tak terbendung. Ericsson mencatat, hingga 2011 silam hanya ada sekitar 7% remaja berusia 16–19 tahun yang menonton video melalui Youtube. Jumlahnya kini berkembang mencengangkan.
Teknologi juga membuat para generasi internet tersebut mengandalkan media sosial sebagai tempat mendapatkan informasi. Saat ini, media sosial telah menjadi platform pelaporan dan sumber berita utama bagi masyarakat, bukan hanya sarana eksistensi diri.
The Nielsen Global Survey of E-commerce juga melakukan penelitian terhadap pergeseran perilaku belanja para generasi internet. Penelitian dilakukan berdasar penetrasi internet di beberapa negara.
Studi tersebut menggambarkan perilaku generasi akrab internet ini memilih jalur daring untuk meneliti dan membeli beragam produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Nielsen mencatat, pertumbuhan penetrasi perangkat mobile di kota-kota besar Indonesia mencapai 88%.
Sayangnya, lekat dengan dunia maya serta memiliki pengetahuan tinggi dalam menggunakan platform dan perangkat mobile ternyata melahirkan titik lemah bagi para generasi internet. Titik lemah tersebut berdampak buruk terhadap keamanan generasi milenial di dunia maya.
Salah satunya ancaman siber yang siap menerkam para pengguna. Norton Cyber Security mengeluarkan Insight Report November 2016 terkait hal ini. “Generasi milenial secara mengejutkan menunjukkan kebiasaan keamanan daring yang mengendur,” ujar Director Asia Consumer Business Norton by Symantec Chee Choon Hong.
Riset Norton ini lebih menjelaskan mengenai perilaku generasi milenial dalam mengamankan perangkat mobile pribadinya. Sebenarnya, penelitian menyebutkan, pengguna makin menyadari kebutuhan perlindungan perangkat, terutama dalam melindungi informasi pribadi. Akan tetapi, pengguna tidak termotivasi mengambil langkah pencegahan. (SBA)