SehatFresh.com – Stres merupakan sumber yang mengganggu tubuh dan pikiran yang pada akhirnya memicu berbagai penyakit. Stres sangat sulit untuk dihindari dalam kehidupan sehari-hari. Stres berakar pada naluri dasar untuk bertahan hidup, sehingga memicu zat kimia dalam otak dan tubuh yang dirancang untuk membantu kita mengelola situasi yang mengancam.
Stres ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan otak. Saat stres, tubuh akan melepaskan hormon yang disebut kortisol. Hormon stres tersebut dapat berdampak buruk terhadap hippocampus otak yakni memperkecil ukuran otak, membunuh sel-sel saraf pada otak dan menjadi penghambat proses regenerasi sel-sel saraf baru. Hal ini membuat kemampuan otak menjadi terganggu.
Adapun hippocampus merupakan bagian sangat penting untuk fungsi memori, kemampuan berpikir, belajar serta pengaturan emosi. Stres jangka panjang, kecemasan dan depresi telah dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia dan penyakit Alzheimer. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa stres jangka panjang merangsang pertumbuhan protein yang dapat menyebabkan Alzheimer dan hal tersebut dapat menyebabkan hilangnya memori.
Hingga saat ini sebenarnya masih belum teruraikan sepenuhnya dampak buruk yang terjadi pad otak ketika seseorang mengalami stres. Namun dari hal ini yang banyak diketahui saat ini, bahwa dampak stres dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang terhadap kesehatan tubuh, suasana hati serta pikiran seseorang.
Stres melemahkan daya ingat
Ketika seseorang mengalami stres, otak melepaskan hormon glukokortikoid yang secara bertahap dapat melemahkan sel-sel otak dan akhirnya mematikan sel-sel tersebut. Peningkatan glukokortikoid yang berkepanjangan dapat melemahkan memori, dengan membuat ujung saraf sulit terhubung dengan sel otak baru.
Kondisi ini juga membuat semakin sulit untuk mengirimkan informasi bolak-balik, sehingga menyebabkan hilangnya memori jangka pendek. Hal ini merupakan salah satu alasan yang menginduksi terjadinya demensia dan Alzheimer pada manusia.
Stres menyebabkan penyusutan otak
Sebuah studi menunjukkan orang mengalami stres terus menerus dan tak dapat mengatasinya cenderung memiliki volume otak yang lebih kecil. Stres menyebabkan wilayah hippocampus menyusut selama beberapa waktu. Kondisi ini sering terjadi pada korban trauma dan kekerasan. Stres ringan tidak akan membuat penyusutan pada sel abu-abu di kepala.
Namun, perasaan tertekan dikombinasikan dengan pengalaman hidup buruk akan menyusutkan daerah abu-abu di bagian prefrontal cortex yang mengatur emosi dan pengendalian diri, tekanan darah dan gula darah. Penyusutan otak membuat seseorang sulit untuk fokus dan mengingat fakta-fakta. Hal ini juga memengaruhi keterampilan motorik dan membuat orang sulit merencanakan sesuatu.
Stres menyebabkan saraf terjepit
Stres membuat saraf dan pembuluh darah mulai menyusut atau menjepit bersama-sama, menghalangi pasokan darah, oksigen dan nutrisi ke otak. Stres secara drastis dapat mengurangi sirkulasi darah di otak, sehingga meningkatkan kemungkinan seseorang menderita stroke.
Penyebab depresi
Stres sangat mempengaruhi pelepasan hormon yang membuat orang merasa bahagia (endorphin). Hal ini dapat menyebabkan depresi, di mana seseorang kehilangan harapan dan mengalami kesulitan dalam menemukan segala sesuatu atau memahami situasi. Stres juga menyebabkan tingkat kortisol meningkat di otak, yang berpengaruh terhadap metabolisme secara keseluruhan, sehingga membuat orang depresi cenderung tidak aktif dan tampak sangat lesu.
Bagaimana cara mengendalikan stres sehari-hari?
Melakukan teknik relaksasi seperti yoga dan meditasi yang disertai perubahan gaya hidup bisa mengurangi risiko bahaya stres terhadap kesehatan otak. Meredam stres dapat dilakukan dengan cara:
- Melakukan aktifitas fisik setidaknya 30 menit sehari, lima hari seminggu.
- Mengonsumsi makanan yang sehat dan seimbang serta minum cukup air setiap harinya.
- Hindari rokok dan alkohol.
- Tidur yang cukup (6-8 jam per malam).