SehatFresh.com – Melahirkan seorang bayi tentu membawa kebahagiaan bagi semua ibu. Namun dalam beberapa kasus dan kondisi tertentu, kehadiran buah hati Kecil malah menjadi momok yang menakutkan dan membuat sejumlah perempuan merasa tertekan. Akibat kurangnya waktu tidur, tanggung jawab baru dan kurangnya waktu untuk diri sendiri, seringkali memicu stres pada banyak ibu baru karena gangguan emosi yang naik turun.
Depresi secara langsung akan mengakibatkan gangguan pada ibu hamil. Gangguan ini bisa berupa perubahan pola makan dan juga tidur. Wanita hamil bisa kekurangan nutrisi pada tubuh dan stres berlebihan. Karena bayi mendapatkan makanan dari ibu, kalau tubuh mengalami gangguan, janin juga akan mengalami gangguan.
Bayi yang berada di rahim wanita dengan kondisi stres akan jarang sekali mengalami bergerak. Bayi yang tidak bergerak merupakan tanda gangguan yang cukup besar dan wajib dikhawatirkan. Oleh karena itu, perbaiki pola makan dan juga lakukan berbagai cara agar depresi hilang agar bayi yang berada di dalam kandungan tidak mengalami gangguan.
Risiko pada bayi dalam janin dari ibu yang mengalami depresi atau kecemasan selama hamil, termasuk berat lahir rendah, kelahiran prematur (sebelum 37 minggu), skor APGAR rendah dan gangguan pernapasan dan gelisah. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa depresi yang melanda ibu hamil juga akan turun kepada janinnya.
Depresi saat hamil sama umumnya dengan depresi pasca persalinan. 10 persen ibu hamil mengalami depresi. Namun, yang perlu diwaspadai adalah efeknya pada janin yang dikandung. Bayi yang lahir dari ibu yang mengalami depresi selama kehamilan punya risiko 1,5 kali lebih besar akan mengalami depresi ketika berusia 18 tahun dan bisa mengalami gangguan emosi seperti perilaku agresif.
Perempuan yang mengalami depresi selama kehamilan akan menurunkan peningkatan risiko deresi pada anak mereka saat dewasa nanti. Peneliti menyimpulkan bahwa anak-anak yang lahir dari ibu yang mengalami depresi selama kehamilan, rata-rata, 1,5 kali lebih rentan untuk mengalami depresi saat mereka berusia 18 tahun. Sementara risiko keturunan genetik bisa menjadi satu penjelasan potensial, Pearson, dilansir dari Healthline, mengatakan bahwa konsekuensi fisiologis depresi yang dialami ibu dapat masuk ke dalam plasenta dan mempengaruhi perkembangan otak janin.