SehatFresh.com – Dalam berpuasa, ada beberapa ketentuan yang berhubungan dengan wanita.
- Para ulama sepakat bahwa wanita haid dan nifas tidak boleh berpuasa dan harus mengqadha. Tidak ada perbedaan di antara ulama bahwa wanita yang haid dan nifas harus mengqadha.
- Untuk wanita hamil dan menyusui, para ulama sepakat bahwa mereka boleh tidak berpuasa apabila kondisi mereka tidak memungkinkan berpuasa atau ada kekhawatiran yang cukup kuat ada madharat kepada janin atau bayi. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat tentang kewajiban mereka bila tidak berpuasa.
Apabila seorang wanita hamil atau menyusui tidak berpuasa pada bulan ramadhan, maka ada tiga kemungkinan, yaitu:
- Ia tidak mampu berpuasa karena kondisi fisiknya yang lemah. Tidak sedikit wanita yang hamil atau menyusui mengalami kondisi semacam ini. Untuk kondisi pertama ini, sebagian besar ulama berpendapat bahwa ia boleh tidak berpuasa dan mengqadha’nya ketika mampu di luar bulan ramadhan.
- Ia tidak mampu berpuasa karena fisiknya lemah dan khawatir terhadap janin atau nakanya. Untuk kondisi semacam ini, seorang wanita yang hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa pada bulan ramadhan dan mengqadha di lain hari tatkala ia telah mampu untuk mengqadha’.
- Ia mampu berpuasa, akan tetapi khawatir terhadap kondisi janin atau bayinya. Untuk kondisi semacam ini, para ulama berpendapat bahwa wanita tersebut boleh tidak berpuasa dan mengqadha di hari yang lain. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat; apakah ia harus membayar fidyah juga (bersamaan dengan mengqadha) ataukah tidak?
Seorang wanita yang hamil atau menyusui dibolehkan untuk tidak berpuasa. Para ulama sepakat mengatakan bahwa keduanya adalah orang yang mendapat ‘udzur syar’i. Hanya mereka berbeda pendapat ketika memasukkan kategori. Sebagian mengatakan bahwa wanita hamil dan menyusui termasuk kategori orang yang sakit. Sehingga konsekuensinya harus mengganti dengan berpuasa di hari lain.
Sebagian lagi mengatakan bahwa keduanya termasuk orang yang lemah atau sudah udzur. Sehingga konsekuensinya bukan dengan mengganti puasa di bulan lain, melainkan sebagaimana orang yang lemah yaitu memberi makan orang miskin. Atau kita kenal juga dengan membayar fidyah.
Ada juga kalangan yang menyerahkan langsung kepada yang bersangkutan, apakah termasuk kategori orang sakit atau orang lemah. Yaitu dengan cara melihat kepada motivasi ketika tidak puasa. Kalau dia mengkhawatirkan keadaan dirinya, maka termasuk kategori orang yang sakit. Dan konsekuensinya dengan mengganti puasa di hari lain.
Tapi kalau dia mengkhawatirkan bayinya sehingga tidak berpuasa, maka termasuk kategori orang lemah, sehingga konsekuensinya hanya membayar fidyah. Sedangkan khusus wanita yang nifas, bila meninggalkan puasa, maka caranya hanya dengan mengganti dengan puasa di hari yang lain. Bukan dengan bayar fidyah. (KKM)