SehatFresh.com – Wanita yang sedang hamil turut menentukan perkembangan janin yang dikandungnya. Saat sedang mengandung, apapun yang dikonsumsi oleh calon ibu, janin di dalam kandungan juga turut mengonsumsinya. Jika calon ibu mengonsumsi makanan yang sehat, bayi akan merasakan manfaatnya. Sebaliknya, jika ibu mengonsumsi narkoba saat hamil, maka janin berpotensi menjadi pengguna narkoba.
Hal ini karena setiap zat yang masuk ke dalam tubuh calon ibu akan mengalir melalui pembuluh darahnya ke plasenta dan kemudian ke janin. Melalui plasenta, janin mendapatkan asupan agar bisa tumbuh. Jadi, jika wanita mengonsumsi obat-obatan terlarang saat hamil, meski kadarnya sedikit, tetap saja bisa mempengaruhi kondisi janin dalam kandungan dan pada saat dia dilahirkan. Penggunaan narkoba saat hamil juga berpotensi menyebabkan gangguan plasenta yang dapat membahayakan Ibu dan janin.
Sabu merupakan jenis narkoba dari golongan amfetamin. Efek amfetamin hampir mirip seperti adrenalin. Namun, sabu mempunyai efek kerja yang lebih lama. Lamanya kadar zat ini bertahan dalam tubuh tergantung dari jumlah zat amfetamin yang digunakan dan cara mengonsumsinya. Pada umumnya, zat ini dapat terdeteksi antara 1–3 hari dalam urine, 1–2 hari dalam darah dan hingga 90 hari pada rambut.
Dampak sabu pun mengerikan. Dikutip dari drugabuse.com, salah satu dampak sabu ialah menurunnya indeks massa tubuh (BMI). Kondisi ini bisa membuat kehamilan menjadi berisiko. Sebuah studi mengungkap, BMI yang rendah bisa meningkatkan peluang terjadinya komplikasi kehamilan. Efek anorektif sabu juga bisa mengakibatkan pertumbuhan janin yang kurang baik di dalam rahim.
Tak hanya itu, mengonsumsi sabu selama kehamilan juga bisa mengurangi aliran darah plasenta wanita. Hal ini dapat menyebabkan hipoksia janin yakni jumlah oksigen yang tidak mencukupi pada janin
Untuk si jabang bayi, penggunaan sabu saat kehamilan bisa menyebabkan kelahiran prematur, berat badan yang kecil saat kelahiran dan berbagai ‘neonatal abstinence syndrome’ lainnya, seperti kejang, muntah, diare atau suhu tubuh yang tidak stabil. Gejala dimulai pada usia 24 sampai 48 jam setelah kelahiran. Dalam beberapa kasus, gejalanya terlihat antara lima hingga 10 hari.
“Mengonsumsi sabu saat hamil, bisa menyebabkan bayi kurang mendapat oksigen, yang kemudian menyebabkan berat lahir bayi rendah. Metamfetamin juga dapat meningkatkan kemungkinan persalinan prematur, keguguran dan abrupsio plasenta,” jelas Dr. Richard S. Abram, penulis buku Will It Hurt the Baby.
Abrupsuo plasenta sendiri merupakan komplikasi kehamilan serius ketika plasenta terputus dari rahim. Selain itu, sabu atau metamfetamin secara kimiawi berhubungan dengan amfetamin, yang menyebabkan denyut jantung ibu dan bayi meningkat.
“Bayi bisa terlahir kecanduan methamphetamine dan menderita sejumlah gejala, seperti tremor, susah tidur, kejang otot, kesulitan makan hingga kesulitan belajar”, tambah Dr. Abram. (SBA)