SehatFresh.com – Akhir-akhir ini sayuran dan buah organik populer di sana-sini sebagai makanan yang menyehatkan dan lebih bergizi ketimbang sayur non-organik. Sayuran organik diartikan sebagai sayuran yang sejak proses penanaman hingga pemanenan tidak menggunakan bahan kimia. Meskipun demikian, terkadang pengertian sayuran organik sedikit rancu. Banyak orang menganggap, asalkan tidak menggunakan pestisida atau pupuk kimia, sayuran bisa disebut organik. Padahal, pengertian organik lebih kompleks. Dimulai dari pemilihan media tanam untuk menanam sayuran hingga prores perawatan yang terbebas dari beragam bahan kimia.
Uden Suherlan, seorang petani paprika organik di Cianjur, Jawa Barat menjelaskan jika sebelumnya beliau adalah petani sayuran konvensional selama sepuluh tahun. Selama itu pula ia merasa timbunan bahan-bahan kimia seperti pestisida dan bahan kimia lainnya yang menjadi pupuk membuat tubuhnya tak sehat. Selain faktor kesehatan, Uden juga mengaku jika harga sayuran konvensional harganya tidak stabil (sering mendadak turun) jika di bandingkan dengan sayuran organik yang cenderung stabil.
Menjadi petani organik Uden mengungkapkan ada syarat khusus yang harus ditempuh petani ketika ingin melabeli hasil panennya sebagai sayuran organik. Salah satunya dengan mengajukan sertifikat (berlaku tiga tahun). “Selain sertifikat, agar pertanian organik berjalan lancar maka peralihan lahan yang awalnya ditanami tanaman konvensional juga harus steril dulu minimal tiga hingga terbebas dari zat kimia dan residu pupuk kimia” katanya.
“Selanjutnya, pemilihan benih tanaman menggunakan cara tradisional mulai dari pengeringan benih hingga pengujian proses kecambah. Pemupukan dan penyuburan tanah di ganti dengan pupuk organik, (pupuk kompos, pupuk kandang, pupuk hijau dan pupuk hayati). Konsep pengendalian hama terpadu merupakan cara yang dilakukan untuk mengendalikan hama pertanian organik” terangnya.
Uden juga menjelaskan dalam memasarkan sayuran organik, memerlukan teknik pemasaran dengan cara pemberian label sayuran organik. Pemberian label tidak bisa asal, karena petani harus mendapatkan sertifikat khusus dari lembaga sertifikasi organik menjadi bukti pengolahan suatu produk telah sesuai standar organik. Penanda produk organik biasanya sebuah label yang melekat pada kemasan yang menunjukkan identitas produk plus acuan standar organik dengan biaya sekitar 20-30 juta rupiah (untuk tiga tahun).
Di Indonesia, produsen pangan organik bisa memilih 17 lembaga sertifikasi di bawah Kementerian Pertanian. Beberapa di antaranya adalah PT Peterson Mitra Indonesia (Control Union Indonesia) yang berada di bawah Control Union World Group di Belanda, Board of Indonesia Organic Certification (BIOCert) dan PT Sucofindo. (Rinanti Aisa)